Manfaatkan Keketuaan di Forum G20, Indonesia Bawa Isu Transisi Energi

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta-Perubahan iklim menjadi salah satu tema pembahasan di forum G20. Upaya yang mulai sering dibicarakan mengenai penanganan perubahan iklim adalah transisi energi menuju pada penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan.

“Tapi ini (isu perubahan iklim) bukan hanya masalah Indonesia. Kami juga berdiskusi dengan negara-negara anggota G20 melalui G20 Sustainable Finance Working Group dan juga dengan UNFCCC melalui COP-26 di mana banyak negara juga memberikan komitmen mereka untuk mengurangi CO2,” terang Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati saat berbicara pada forum IIF Sustainable Finance Summit 2022 secara daring, Kamis (10/03).

Menkeu kemudian mengurai beberapa prinsip utama khususnya yang dilakukan Indonesia dalam upaya penanganan perubahan iklim. Pertama, adalah melalui pengurangan emisi C02 pada beberapa sektor dan aktivitas ekonomi yang sangat penting. Dua sektor utama yang sangat mempengaruhi adalah sektor energi dan sektor kehutanan/penggunaan lahan.

“Seperti yang Anda ketahui bahwa Indonesia merupakan penghasil non-renewable energy seperti minyak, gas. dan batubara. Dan saat ini portofolio baruan energi kita 60% masih didominasi oleh batubara. Jadi jika kita akan mengurangi CO2 di sektor energi, tugas yang paling menantang sebenarnya di satu sisi pertumbuhan ekonomi akan menuntut lebih banyak energi, tetapi bagaimana kita akan memastikan bahwa permintaan ini akan disediakan oleh lebih banyak energi terbarukan daripada energi yang tidak terbarukan di mana untuk Indonesia sebenarnya juga masih memiliki sumber energi seperti produksi batubara yang cukup melimpah. Jadi ini semua adalah pilihan kebijakan,” terang Menkeu.

Indonesia mulai memperkenalkan mengenai carbon market yang merupakan skema perdagangan karbon yang dirancang untuk mengurangi emisi CO2. Dengan prinsip cap and trade, maka diharapkan pengendalian dari emisi CO2 dapat dilakukan sehingga linier dengan upaya pengurangannya. Namun demikian, di level global hal ini masih terus dibahas termasuk mengenai penetapan harga karbon.

Upaya pengurangan yang ketiga adalah melalui pengesahan Undang-undang harmonisasi perpajakan yang didalamnya juga diatur mengenai pajak karbon.

“Karena ini adalah instrumen lain ketika kita berbicara tentang bagaimana memastikan bahwa kita akan berkomitmen dengan tingkat CO2 tertentu, maka kita akan memiliki seperti batas, yang kemudian jika Anda berada di atas atau di bawah batas itu, Anda akan membayar atau Anda akan dapat mengkreditkan CO2, dan itu dapat diperdagangkan. Itulah tepatnya yang sekarang sedang kita bahas secara mendalam tentang bagaimana Indonesia dapat mempersiapkan diri,” lanjut Menkeu.

Menkeu juga melihat bahwa dengan situasi geopolitik dunia yang terjadi saat ini, maka harga energi bisa menjadi sangat tinggi dan tidak dapat diprediksi. Ini menjadi situasi yang sangat menantang, tidak hanya untuk satu-dua negara saja tetapi semua negara yang sekarang sedang membicarakan mengenai perubahan iklim.

“Padahal menurut saya dalam jangka menengah-panjang karena Indonesia adalah negara besar, kita harus bisa membangun pondasi (kebijakan transisi energi) dengan benar. Terlepas dari situasi (geopolitik dunia) saat ini, menurut saya membangun pondasi dengan benar itu sangat penting,” katanya. (rls)